persahabatan itu indah |
Persahabatan itu bagaikan kepompong, akan indah pada waktunya. Sebuah lirik lagu yang pernah ku dengar dari film di TV, beberapa waktu silam. Menurutku, aku kurang setuju dengan hal itu. Kepompong itu hidup secara sendirian, mengisolasi diri tanpa peduli keadaan disekitarnya. Memang benar, setelah sekian waktu akan berubah menjadi kupu-kupu yang cantik. Sahabat itu ditemukan dari sebuah proses, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menjalin persahabatan itu membutuhkan proses, tidak bisa langsung menjadi akrab.
Istilah akrab itu semakin populer. Mempunyai teman akrab itu sebuah kebanggaan tersendiri. Dari situlah segala curhat dan masalah bisa dihadapi bersama. Ketika satu tidak bisa, dia turut membantu menyelesaikan tugas. Bermain bersama, meskipun terkadang harus terluka bareng. Dikejar provos yang sedang berjaga. Hingga diteriaki banyak orang. Sedih bercampur bahagia, meskipun ngos-ngosan.
Jujurnya aku juga tak terlalu paham tentang apa itu toxic relationship. Namun, disini aku hendak berbagi pengalaman tentang persahabatan ku dengan teman-teman.
Ketika aku usia SMP, aku berteman dengan 2 orang yang ahli dalam ibadah. Mereka sangat rajin, sikap mereka juga berwibawa. Hal itu menjadikan aku ingin selalu mengikuti apa yang mereka lakukan. Setiap gerakan yang mereka lakukan, selalu tak luput dari pandangan. Begitu pula, saat hari libur, kebiasaan itu masih berlanjut.
Ketika hari libur, aku tak bertemu dengan mereka. Karena memang rumah kami agak jauh. Bertemu hanya saat acara mengaji atau acara seputar itu. Disaat mereka membantu orang tua di sawah. Aku penasaran dengan tingkah laku mereka. Ku ketuk tombol telepon seluler lamaku, Nokia 2600. Masih mungil dan hanya bisa SMS dan telepon saja.
petualangan bersama sahabat |
Penasaran ini setiap saat muncul, anehnya aku tidak mencari kegiatan sendiri. Hanya sibuk melihat dan memperhatikan mereka. Kalau dinalar, buat apa sih.
Tahu tidak, sebenarnya yang membuat diriku menjadi seperti ini, karena sikap mereka yang baik. Mementingkan ibadah daripada bermain yang tidak bermanfaat. Sejauh itu, aku tak merasakan dampak negatif dari mencari kesibukan orang lain, dan meninggalkan hal positif untuk diri sendiri.
Seharusnya, waktu itu, aku mencari kegiatan yang bisa membuat diriku bisa lebih maju. Berpikir lebih luas dan memiliki keahlian yang cukup kuat. Sifat ini baru kusadari setelah remaja. Yap, penyesalan tiada artinya. Hanya usaha yang lebih keras lagi agar aku bisa hidup lebih baik. Nah, dampak negatif dari mengikuti kebiasaan orang lain itu, salah satunya menjadi orang yang kurang mandiri. Setiap kegiatan selalu, menjadi yang berikutnya. Setelah mereka melakukan baru ikut melaksanakan.
Dilain kesempatan, aku berteman dengan orang yang memiliki sifat hampir berkebalikan dengan mereka. Namun, hobi mereka tetap sama, futsal. Kalau aku sendiri memang kurang menyukai olahraga ini, jadi tidak terlalu jago kalau diajak bermain.
Suatu ketika, aku sedang magang di luar Jogja. Bertepatan dengan akhir tahun. Salah satu agenda tiap akhir tahun itu, pembinaan malam tahun baru. Tujuannya agar tidak ikut keluyuran, bermain keluar merayakan pergantian tahun baru. Justru diisi dengan hal-hal yang bermanfaat. Setidaknya bisa membentengi mereka dari pengaruh buruk dari pergaulan bebas diluaran sana.
Biasanya grup itu sepi, namun saat hampir tiba tahun baru, grup menjadi ramai. Mereka yang aku pasrahi, menjalankan tugas dengan baik. Aku pun senang, ternyata mereka semangat sekali. Rintihan dalam hati pun iba, ingin segera pulang dan bergabung dengan mereka. Melihat kesemangatan dan kegigihan mereka yang saling bersahutan.
Memang tak ada yang bisa mengubah takdir Tuhan, ketika aku berusaha pulang lebih awal. Setibanya di Jogja, sudah hampir subuh. Padahal aku punya rencana untuk bisa bergabung dengan mereka. Hati ini merasa tidak terlalu susah. Karena melihat kesemangatan mereka di grup.
Syukurlah, tahun baru kali ini tidak seperti sebelumnya. Karena ada pembatasan, sehingga tidak banyak acara yang bisa diperhelatkan. Biarlah saja, itulah yang ada dalam hatiku. Terpenting bagiku, bisa melaksanakan tugas itu sudah cukup.
Aku juga harus menyayangi diriku sendiri, betapa tidak? Diusia yang hampir seperempat abad, belum bisa mandiri, belum bisa mendapatkan pekerjaan yang bisa meringankan kedua orang tua. Aku juga punya cita-cita yang harus ku raih, mohon maaf jika aku jahat pada kalian. Karena kebahagiaan ku, bukan ditentukan dari kalian. Kita memang sahabat, namun kita juga punya cita-cita. Mungkin itu yang kalian rasakan juga. Pokoknya, tetap semangat meraih impian.
#NgabubuwriteWithPenulisGarut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar